Kamis, 29 Maret 2018

Social Cognitive Career Theory (SCCT)


BAB I
 PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang 
Karier dapat didefinisikan sebagai rangkaian dari posisi pekerjaan/jabatan seseorang yang dimulai dari pra pekerjaan, pekerjaan dan pensiun (Healy, 1982). Jadi, karier merupakan kebutuhan yang harus terus ditumbuhkan dalam diri seseorang tenaga kerja, sehingga mampu mendorong kemauan kerjanya. Pengembangan karier harus dilakukan melalui penumbuhan kebutuhan karier tenaga kerja, menciptakan kondisi dan kesempatan pengembangan karier serta melakukan penyesuaian antara keduanya melalui berbagai mutasi personal. Dalam pengambilan keputusan karier, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh peserta didik. Salah satunya strategi apa yang tepat dalam menentukan tujuan karier hal tersebut tentu menjadi permasalahan yang dihadapi peserta didik bagaimana mendapatkan strategi yang tepat ketika menentukan kariernya. Dalam menghadapi permasalahan tersebut seorang konselor memiliki peran yang cukup aktif dalam memahami permasalahan tersebut bagi peserta didik. Untuk membantu peserta didik dalam pemilihan kariernya, konselor atau guru BK dapat mengaplikasikan berbagai teori karier yang ada. Salah satunya yaitu Social Cognitive Career Theory (SCCT). Social Cognitive Career Theory (SCCT) yang berdasarkan pada teori sosiokognitif Albert Bandura (1986) merupakan salah satu teori yang menjelasan proses pengambilan keputusan karier (Setiaji, 2015). SCCT menurut Lent (dalam Setiaji, 2015) meneliti bagaimana bentuk lingkungan mempengaruhi pengambilan keputusan karier seorang individu, khususnya kepercayaan orang tentang kemampuan, harapan tentang pilihan hidup, dan tujuan akhir terhadap pilihannya. Dalam teori ini lingkungan didefinisikan secara luas dan mencakup hal-hal seperti pengaruh sosial yang mendukung misalnya, orang tua, konselor, unsur signifikan yang lain; dampak dari faktor-faktor budaya, seperti nilai-nilai masyarakat di sekitar gender, etnis, kecacatan, dan stereotip budaya; dan pengaruh sosial lainnya. Sehingga teori ini bisa digunakan oleh guru BK dalam membantu peserta didik dalam menentukan pilihan kariernya.

 B. Rumusan Masalah 
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu: 
1. Bagaimana konsep dasar dari Social Cognitive Career Theory (SCCT)? 
2. Bagaimana karakteristik dari Social Cognitive Career Theory (SCCT)? 
3. Bagaimana kekuatan dan kelemahan Social Cognitive Career Theory (SCCT)? 
4. Apa saja riset-riset yang berkenaan dengan Social Cognitive Career Theory (SCCT)? 
5. Bagaimana aplikasi Social Cognitive Career Theory (SCCT) dalam Bimbingan dan konseling? 

 C. Tujuan 
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menggambarkan: 
1. Konsep dasar dari Social Cognitive Career Theory (SCCT). 
2. Karakteristik dari Social Cognitive Career Theory (SCCT). 
3. Kekuatan dan kelemahan dari Social Cognitive Career Theory (SCCT). 
4. Riset-riser berkenaan dengan Social Cognitive Career Theory (SCCT). 
5. Aplikasi dari Social Cognitive Career Theory (SCCT) dalam Bimbingan dan Konseling. 

 BAB II 
PEMBAHASAN 
 A. Konsep Dasar 
Sosial Cognitive Career Theory (SCCT) Teori kognitif sosial karier yang dikenal dengan SCCT dikembangkan oleh Lent, Brown dan Hackett (Utomo, 2016). Social Cognitive Career Theory (SCCT) yang berdasarkan pada teori sosiokognitif Albert Bandura merupakan salah satu teori yang menjelasan proses pengambilan keputusan karier (Setiaji, 2015). 
Pada beberapa tingkat tertentu mirip dengan Krumboltz (dalam Brown, 2002) yang mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan karier yaitu: 1. Pengaruh gen dan kemampuan khusus. 2. Kondisi-kondisi dan peristiwa lingkungan. 3. Pengalaman belajar. 4. Keahlian-keahlian pendekatan tugas. 5. Generalisasi-generalisasi diri (SOG) 6. Generalisasi-generalisasi pandangan dunia 7. Keterampilan-keterampilan pendekatan tugas dan pengambilan keputusan karier. Adapun yang dimaksud dengan teori keputusan karier, menurut Bergland (dalam Tarsidi, 2010) adalah suatu metode yang digunakan untuk menjelaskan proses pemilihan karier dan merupakan kerangka untuk merumuskan tujuan konseling. 
Teori SCCT tidak begitu memperhatikan peran kepribadian, seperti minat dan nilai-nilai dalam proses pengambilan keputusan karier namun lebih memfokuskan pada proses pembelajaran yang mengarahkan pada keyakinan dan minat diri serta bagaimana hal ini memberi pengaruh terhadap pengambilan keputusan karier. Teori ini muncul dari penelitian awal Albert Bandura dan penekanannya pada “model triadic/harmoni mutual fundamental, yang menganggap atribut, lingkungan, dan perilaku yang tampak” saling bersiggungan dalam terikatan dua arah (Niles & Harris-Bowlsbey, 2005). Self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan seseorang berdasarkan kemampuan yang ia miliki akan mampu dengan sukses menyelesaikan tugas-tugas yang spesifik berkaitan dengan pengambilan keputusan karier. Tugastugas yang dimaksud adalah menilai diri, mengumpulkan informasi tentang dunia kerja, menentukan tujuan, membuat perencanaan, dan memecahkan masalah (Ali & Mukhibat, 2016). 
Teori kognitif sosial Bandura ini, berakar pada pandangan tentang humanagency (Winkel, 1997). Human agency adalah kapasitas untuk mengarahkan diri sendiri melalui kontrol terhadap proses berpikir, motivasi dan tindakan diri sendiri (Winkel, 1997). Adapun kunci pengertian agency adalah kenyataan bahwa di antara faktor personal yang lain, individu memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka melatih mengontrol atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka, bahwa “apa yang dipikirkan, dipercaya, dan dirasakan orang mempengaruhi bagaimana mereka bertindak. Bandura menjelaskan bahwa bagaimana individu berperilaku tergantung pada resiprokal antara lingkungan dengan faktor personal individu, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keya-kinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan suatu tindakan untuk mencapai hasil tertentu dengan berhasil (efikasi diri). Dari sini tampak bahwa pers-pektif sosial kognitif menempatkan efikasi diri sebagai salah satu faktor yang meme-ngaruhi perilaku (Ardiyanti & Alsa, 2015). 
Human agency dikonseptualisasikan dalam tiga cara utama (Rachmawati, 2012): 1. Autonomous agency, di mana orang merupakan agen yang sepenuhnya mandiri bagi tindakannya sendiri. 2. Mechanical agency, di mana agency tergantung pada aktor lingkungan; dan 3. Emergent interactive agency, yang merupakan model bagi teori kognitif sosial. Dalam publikasi Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory, Bandura (1986) mengembangkan pandangan human functioning. Dia menyerasikan peran sentral kognitif, seolah mengalami sendiri (vicarious), pengaturan diri, dan proses reflektif diri dalam adaptasi dan perubahan manusia. Orang dipandang sebagai sosok sistem pengorganisasi diri, proaktif, reflektif diri, dan pengaturan diri daripada sebagai organisme reaktif yang dibentuk dan dilindungi oleh kekuatan lingkungan atau didorong oleh impuls-impuls paling dalam yang tersembunyi (Mukhid, 2009). Dalam perspektif kognitif sosial, individu dipandang berkemampuan proaktif dan mengatur diri daripada sebatas mampu berperilaku reaktif dan dikontrol oleh kekuatan biologis atau lingkungan. Selain itu, individu juga dipahami memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka berlatih mengukur pengendalian atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka. Bandura (1977) memperlihatkan bahwa individu membuat dan mengembangkan persepsi diri atas kemampuan yang menjadi instrumen pada tujuan yang mereka kejar dan pada kontrol yang mereka latih atas lingkungannya (Pajares & Schunk, 2001) Cognitive Career Theory (SCCT) menjelaskan suatu proses di mana individu membentuk minat, membuat pilihan dan mencapai berbagai tingkat keberhasilan dalam kegiatan pendidikan dan pekerjaan (Setiyanto, et.al., 2014). SCCT berfokus pada beberapa variabel kognitif-orang (misalnya, self-efficacy, hasil harapan, dan tujuan), dan tentang bagaimana variabel-variabel tersebut berinteraksi dengan aspek-aspek lain dari orang tersebut dan lingkungan (misalnya, jenis kelamin, etnis, dukungan sosial, dan hambatan) untuk membantu membentuk arah pengembangan karier (Triani & Arief, 2016). Dalam socialcognitive career theory (SCCT) menjelaskan ada tiga aspek perencanaan karier yang berperan dalam pemilihan karier, yaitu self efficacy, outcomeexpectations, dan personal goals (Zulfikar & Widiyanto, 2016). SCCT mengemukakan bahwa interaksi orang dengan lingkungan membentuk pengalaman belajar yang mempengaruhi kepercayaan diri terhadap kemampuan seseorang untuk melakukan tugas dan kegiatan terkait karier (misalnya, self efficacy karier) dan jenis hasil yang diharapkan sebagai konsekuensi dari karier yang diberikan. SCCT menegaskan bahwa minat terkait karier, tujuan, dan pilihan berkembang dari keyakinan self-efficacy yang relevan dan harapan hasil. SCCT mengusulkan agar keyakinan self-efficacy dan harapan hasil ditentukan dan dimodifikasi sebagian besar oleh empat sumber informasi (Bakken, Byars-Winston, & Wang, 2006). Social Cognitive Career Theory (SCCT) dikembangkan sebagai cara untuk menjelaskan pengembangan karier melalui fokus pada konstruksi sosio-kognitif. Berdasarkan teori kognitif sosial Bandura (1986), SCCT meneliti bagaimana minat karier dan akademis dewasa, bagaimana pilihan karier dikembangkan, dan bagaimana pilihan ini berubah menjadi tindakan. Hal ini dicapai melalui fokus pada tiga prinsip utama: efisiensi diri, harapan hasil, dan tujuan (Gibbons & Shoffner, 2004). SCCT mengusulkan bahwa perilaku pilihan karier juga dibentuk oleh variabel kontekstual, seperti dukungan (misalnya, dukungan finansial dari keluarga) dan hambatan (misalnya harus meninggalkan rumah untuk pendidikan lanjutan) (Rogers & Creed, 2011). Teori kognitif sosial mengadopsi perspektif agen untuk perkembangan manusia, adaptasi, dan perubahan. Teori ini membedakan antara tiga mode agensi: agensi pribadi yang dilakukan secara individual; agen proxy di mana orang mengamankan hasil yang diinginkan dengan mempengaruhi orang lain untuk bertindak atas nama mereka; dan agen kolektif di mana orang bertindak dalam konser untuk membentuk masa depan mereka. Dualisme yang mencengangkan mencakup otonomi pitting lapangan kita melawan saling ketergantungan; indi- vidualisme melawan kolektivisme dan komunalitas; dan agen pribadi melawan struktur sosial. Determinan dan campuran agen individual, proxy, dan instrumen kolektif bervariasi lintas budaya.(Bandura, 2002). 
SCCT merupakan teori yang berpijak pada teori sosial kognitif Bandura yang berusaha untuk menemukan hubungan yang kompleks antara faktor personal, kognitif, dan lingkungan dengan perilaku karier seseorang(Ali, 2016). SCCT mencakup tiga model pengembangan karier yang saling terkait dalam kepentingan akademik, minat, pilihan, dan kinerja. Menurut model SCCT, faktor pribadi adalah variabel distal yang memengaruhi minat karier seseorang, sasaran karier, dan perilaku yang terkait dengan karier secara tidak langsung melalui mekanisme kognitif sosial individu(Hsieh, 2011) Lent & Brown (2006) menjelaskan bahwa Proposisi dari SCCT yang paling utama adalah sebagai berikut : 
1. Interaksi antara orang dan lingkungannya sangatlah dinamis (misalnya, mereka saling mempengaruhi). 
2. Perilaku yang berhubungan dengan karier dipengaruhi oleh empat aspek dari seseorang: perilaku, efisisensi diri, hasil yang diharapkan, dan tujuan selin karakteristik ynag ditenukan secara genetic. 
3. Keyakinan akan efisiensi diri dan hasil yang diharapakan berinteraksi secara langsung unuk mempengaruhi perkembangan minat. 
4. Sebagai tambahan dari hasil yang diharapkan, factor-faktor seperti “jenis kelamin, ras, kesehatan fisik, kecacatan dan fariabel lingkungan mempengaruhi perkembangan efisiensi diri. 
5. Pilihan karier aktual dan penerapannya dipengaruhi oleh sejumlah fariabel yang langsung dan tidak langsung selain eisiensi diri, harapan , dan tujuan (misalnya, diskriminasi, fariabel ekonomi, dan kesempatan yang terjadi). 

Semua sederajat, orang dengan tingkat kemampuan tertinggi dan keyakinan efisiensi diri yang terkuat mempunyai performa yang juga sangat tinggi.Seperti yang diungkapkan Bandura (1986) bahwa bagaimana individu berperilaku tergantung pada resiprokal antara lingkungan dengan faktor personal individu, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keya-kinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan suatu tindakan untuk mencapai hasil tertentu dengan berhasil (efikasi diri). Dari sini tampak bahwa pers pektif sosial kognitif menempatkan efikasi diri sebagai salah satu faktor yang meme-ngaruhi perilaku (Ardiyanti & Alsa, 2015) Teori kognitif sosial menjelaskan fungsi psikososial manusia dalam hal interaksi antara perilaku, kognitif dan faktor pribadi lainnya, dan kejadian lingkungan. Ketiga faktor ini saling berinteraksi sebagai penentu satu sama lain dalam proses yang dikenal sebagai penyebab timbal balik. 
SCCT menggambarkan bagaimana lingkungan masyarakat mengekspos mereka ke kegiatan yang berkaitan dengan karier yang mempengaruhi pengembangan efisiensi diri, harapan hasil, minat, dan tujuan yang mempengaruhi pilihan dan perilaku karier (Zikic & Saks, 2009) Creed, Patton, dan Prideaux, (2006), efikasi diri dalam pengambilan keputusan karier adalah keyakinan yang dimiliki seseorang dalam kapasitasnya untuk mengambil keputusan berkaitan dengan eksplorasi dan pilihan karier. Apabila individu sampai membuat keputusan karier dengan tidak tepat, maka akan timbul permasalah-an psikologis, akademik, dan relasional (Germeijs & Verschueren, 2007) 

 B. Karakteristik Sosial Cognitive Career Theory (SCCT) 
SCCT merupakan teori yang relative dinamis dan mengutamakan kekhasan dalam diri seseorang, yang melibatkan secara konseptual mempengaruhi hubungan sebab akibat. SCCT membayangkan orang-orang dan lingkungan saling mempengaruhi satu sama lain, tetapi mereka melihat perilaku sebagai hasil dari interaksi seseroang dengan lingkungan (Lent, Brown, & Hackett, 2002). Untuk mengenali hubungan tersebut, pengaruh interaksi antara orang-orang, lingkungan mereka, dan perilaku, subscribes SCCT mengikuti triadic-timbal balik Bandura, atau timbal balik sepenuhnya, model kausalitas (Lent et al., 2002). Lent (dalam Tang & Russ, 2007) memperkenalkan SCCT sebagai kerangka kerja sosial kognitif untuk memahami minat karier, pilihan karier, dan proses kinerja seseorang. 
Lent et al (2000) memfokuskan penggunaan variabel-variabel cognitive-person untuk mempengaruhi perkembangan karier, dengan penekanan pada variabel-variabel kontekstual yang mempengaruhi individual. Beberapa variabel kontekstual dan individual yaitu jenis kelamin, ras, etnis, keturunan genetik, status sosial ekonomi, dan situasi (Lent et al., 2000). Menurut teori sosial kognitif (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Bandura, pilihan karier adalah proses yang kompleks yang melibatkan interaksi antar afikasi diri (self-efficacy), harapan memiliki kompetensi (autcome expectations), tujuantujuan (goals), kompetensi (autcome), dan faktor-faktor lingkungan (environmental factors)(Hartono, 2016). Lent dan Hackett mendefinisikan self-efficacy karier sebagai kepercayaan dan penghargaan individu dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan pemilihan dan penyesuaian kepada suatu pilihan (Faqih, 2016). 
Bandura lebih menekankan bahwa perilaku manusia dapat dilakukan melalui proses observational learning yaitu dengan mengamati tingkah laku orang lain dan individu belajar mengimitasi atau meniru tingkah laku orang lain yang menjadi model bagi dirinya (Pembelajaran, 2006). Teori kognitif sosial biasanya digunakan untuk memprediksi perilaku masa depan, seperti apakah seseorang akan terlibat (dan sejauh mana kinerjanya) dalam tugas yang mengukur self-efficacy mereka. Periset juga telah mengambil penyewa dasar teori kognitif sosial, dan menerapkannya pada konteks spesifik, seperti kasus SCCT. Dalam penelitian ini, kami menggunakan SCCT untuk membentuk dasar hipotesis kami dan kemudian menerapkan teori panggilan untuk menentukan efek dari panggilan pada pilihan karier (Kaminsky & Behrend, 2014). Dalam konseptualisasi pribadi, faktor penentu pengembangan karier SCCT menggabungkan tiga pusat variabel dari umum teori kognitif sosial: (1) self-efficacy (2) ekspektasi hasil, dan (3) personal goal. Ketiga variabel dipandang sebagai dasar dari pengembangan karier dan merupakan mekanisme utama. Dari ketiga variabel, self-efficacy menerima perhatian yang besar dalam literatur karier ( Hackett & Prapaskah, 1992; Prapaskah et al,.1994; Locke & Latham, 1990; Swanson & Gore, 2000 dalam Brown, 2002). 1. Self-efficacy Self-efficacy mengacu pada keyakinan masyarakat tentang kemampuan mereka "untuk mengatur dan mengeksekusi program tindakan yang diperlukan untuk mencapai performance “. Pada tampilan SCCT, self-efficacy bukanlah kesatuan, tetap, atau kontek sifat; sebaliknya, melibatkan satu set dinamis keyakinan diri yang spesifik untuk domain kinerja tertentu dan yang berinteraksi dengan orang lain. self-efficacy diperoleh dan dimodifikasi melalui empat sumber-sumber utama informasi (atau jenis pengalaman belajar): (a) prestasi kerja pribadi, (b) pembelajaran, (c) persuasi sosial, dan (d) tahap fisiologi dan afektif. 2. Ekspektasi hasil Ekspektasi hasil adalah keyakinan pribadi tentang konsekuensi atau hasil dari melakukan perilaku tertentu. Sedangkan keyakinan self-efficacy prihatin dengan kemampuan seseorang (Dapatkah saya lakukan ini?), harapan hasil melibatkan konsekuensi membayangkan melakukan perilaku tertentu (Jika saya melakukan ini, apa yang akan terjadi?). harapan hasil meliputi beberapa jenis keyakinan tentang respon hasil, seperti keyakinan tentang penguatan ekstrinsik (Menerima imbalan nyata bagi kinerja yang sukses), konsekuensi diri (seperti kebanggaan dalam diri untuk menguasai tugas yang menantang), dan hasil yang diperoleh dari proses melakukan kegiatan tertentu (misalnya, penyerapan dalam tugas itu sendiri) 3. Personal Goal Personal Goal dapat didefinisikan sebagai tekad untuk terlibat dalam kegiatan atau untuk mempengaruhi hasil masa depan tertentu. Dengan menetapkan tujuan pribadi, orang membantu untuk mengatur, buku, dan mempertahankan perilaku mereka sendiri, bahkan melalui interval terlalu panjang, tanpa penguat eksternal. Bandura (dalam Mujiyati, 2016) membagi self efficacy menjadi tiga dimensi yang perlu diperhatikan apabila hendak mengukur keyakinan diri seseorang, yaitu dimensi tingkat (level), dimensi generalisasi (generality), dan dimensi kekuatan (strength).

 C. Kekuatan dan Kelemahan Sosial Cognitive Career Theory (SCCT)
 1. Kekutan teori SCCT 
secara khusus berkualitas sebagai teori karier yang secara rinci menyelidiki bagaimana lingkungan pribadi dan kepercayaan budaya mempengaruhi pilihan-pilihan karier seseorang (Hartono, 2005). Teori kognitif sosial digunakan untuk memprediksi perilaku masa depan, seperti apakah seseorang akan terlibat (dan sejauh mana kinerjanya) dalam tugas yang mengukur self-efficacy mereka. Kelebihan teori Bandura ini seperti yang dijelaskan oleh Tarsidi (2010) adalah sebagai berikut: 
a. Teori ini mampu menjelaskan cara pembentukan perilaku manusia yang tidak dapat dijelaskan secara memadai oleh perspektif aliran Skinnerian tentang bagaimana prinsip-prinsip reinforcement beroperasi. 
b. Teori Bandura tentang observational learning memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman mengenai bagaimana klien belajar cara berpikir dan berperilaku yang positif maupun negatif. 
c. Teori kognitif sosial ini menjelaskan secara rinci berbagai proses konsep kognitif seperti self-efficacy dan self-regulation, yang perlu dipertimbangkan secara seksama oleh para konselor Ada empat sumber pengalaman belajar yang menginformasikan kepercayaan diri tentang keterampilan meliputi, prestasi kinerja masa lalu, pembelajaran pengganti, persuasi sosial atau verbal, dan keadaan fisiologis dan reaksi(Navarro, Flores, & Worthington, 2007). 
SCCT juga bermanfaat dalam memahami dan merespon perkembangan karier. SCCT merupakan aplikasi khusus teori kognisi sosial dari Bandura untuk proses pembentukan minat karier serta pendidikan (Kartadinata, 2012) 
2. Kelemahan teori 
Teori SCCT tidak begitu memperhatikan peran kepribadian, seperti minat dan nilai-nilai dalam proses pengambilan keputusan karir namun lebih menfokuskan pada proses pembelajaran yang mengarahkan pada keyakinan dan minat diri serta bagaimana hal ini memberi pengaruh terhadap pengambilan keputusan karir (Adawiyah, 2014). 

 D. Riset-riset Berkenaan dengan Sosial Cognitive Career Theory (SCCT) 
1. Penerapan Teori Karier Kognitif Sosial untuk Olahraga dan Kenyamanan Pilihan Karier Teori karier kognitif sosial digunakan untuk menyelidiki niat siswa memasuki industri olahraga dan rekreasi. Data dikumpulkan dari 197 mahasiswa sarjana dari empat universitas yang berlokasi di seluruh Amerika Serikat. Analisis jalur mendukung model umum, karena harapan self-efficacy dan outcome mempertahankan hubungan positif dengan kepentingan kejuruan, yang pada gilirannya berhubungan positif dengan tujuan pilihan. Self-efficacy juga berhubungan positif dengan harapan hasil. Selain itu, melalui perbandingan model bersaing, dukungan diberikan untuk efek dukungan (yaitu, modal manusia dan sosial) dan hambatan (yaitu, diskriminasi dan kurangnya kesempatan untuk berkembang) untuk dimanifestasikan pada self-efficacy. Implikasi teoretis dan praktis dibahas (Cunningham, Bruening, Sartore, Sagas, & Fink, 2005) 

2. Penelitian yang dilakukan oleh Lent, Robert W.,Brown, Steven D.,Sheu, Hung-Bin,Schmidt, Janet,Brenner, Bradley R.,Gloster, Clay S.,Wilkins, Gregory,Schmidt, Linda C.,Lyons, Heather,Treistman (2005) Journal of Counseling Psychology yang berjudul Social Cognitive Predictors of Academic Interests and Goals in Engineering: Utility for Women and Students at Historically Black Universities. Studinya meneliti kegunaan teori karier sosial kognitif (SCCT; R. W. Lent, S. D. Brown, & G. Hackett, 1994) dalam memprediksi minat teknik dan tujuan pilihan utama di antara perempuan dan laki-laki dan di kalangan mahasiswa di universitas-universitas yang secara historis kilit hitam dan didominasi kulit Putih. Peserta (487 siswa dalam kursus teknik pengantar di 3 universitas) menyelesaikan ukuran kepentingan akademik, tujuan, self-efficacy, ekspektasi hasil, dan dukungan lingkungan dan hambatan dalam kaitannya dengan jurusan teknik. Temuan menunjukkan bahwa model minat dan tujuan pilihan berbasis SCCT menghasilkan kecocokan yang baik dengan data lintas jenis kelamin dan universitas. Implikasi untuk penelitian masa depan pada hipotesis pilihan SCCT, dan khususnya untuk peran dukungan lingkungan dan hambatan dalam pilihan bidang sains dan teknik, dibahas. 

3. Membangun pencarian pekerjaan di akademisi dari perspektif strategi pembelajaran mandiri dan teori karier kognitif sosial Empat lulusan doktor internasional yang menemukan pekerjaan di akademisi Amerika menulis narasi tentang proses pencarian pekerjaan mereka dan kemudian diwawancarai untuk studi deskriptif kualitatif ini. Narasi retrospektif, tanggapan terhadap pertanyaan terbuka, dan diskusi di kelompok fokus mendukung integrasi strategi pembelajaran mandiri ke dalam teori karier kognitif sosial untuk menjelaskan aspek pembelajaran dari proses pencarian kerja. Strategi yang digunakan oleh para peserta selama proses pencarian kerja diidentifikasi dengan sebagian besar kategori strategi pembelajaran mandiri dalam literatur, dan perspektif budaya yang berorientasi pada diri peserta dan bagaimana perspektif budaya ini berinteraksi dengan persepsi tentang pencarian kerja. proses di dunia kerja akademik diperiksa. Temuan penelitian ini berkontribusi terhadap teori karier kognitif sosial dengan memperkenalkan prosedur pembelajaran mandiri bagi kandidat kerja dan dapat menjadi sumber bagi siswa doktoral yang berencana untuk melakukan transisi yang sukses dari siswa ke profesor dan / atau peneliti (Wang, Lo, Xu, Wang, & Porfeli, 2007). 

4. Penelitian yang dilakukan oleh Flores & O’brien (2002) berjudul “The Career Development of Mexican American Adolescent Women: A Test of Social Cognitive Career Theory”. Penelitian ini menguji model pilihan karier R. W. Lent, S. D. Brown, dan G. Hackett pada tahun 1994 dengan 364 Perempuan remaja Amerika Meksiko. Analisis jalur dijalankan untuk mengetahui pengaruh kontekstual dan variabel kognitif sosial pada aspirasi karier, prestise pilihan karier, dan tradisionalitas. Sebagian Dukungan untuk model ini terbukti sebagai self efficacy nontradisional, dukungan orang tua, hambatan, akulturasi, dan sikap feminis meramalkan gengsi pilihan karier. Akulturasi, sikap feminis, dan self-efficacy karier nontradisional memprediksi pemilihan tradisionalitas karier. Sikap feminis dan Dukungan orang tua meramalkan aspirasi karier. Jalan antara minat karier nontradisional dan 3 variabel hasil tidak didukung. Akhirnya, tidak ada variabel kontekstual latar belakang dalam penelitian ini prediksi self-efficacy karier nontradisional. Implikasi dari hasil dan saran untuk masa depan penelitian dibahas 

5. Prediktor Tujuan Eksplorasi Karier: Perspektif Teori Karier Kognitif Sosial Kegagalan orang muda penyandang cacat untuk terlibat dalam perilaku penjelajahan karier berkontribusi pada kesulitan mereka dalam beralih ke peran karier orang dewasa. Model kinerja tugas teori karier kognitif sosial dan konstruksi karier diperiksa dengan 77 siswa pendidikan khusus yang didiagnosis dengan ketidakmampuan belajar dan 99 siswa pendidikan umum. Sebuah regresi mundur mengungkapkan bahwa keputusan karier self-efficacy dan harapan hasil karier merupakan prediktor kunci dari niat eksplorasi karier pada kedua kelompok. Implikasi untuk pengembangan baterai penilaian karier dan intervensi disajikan (Ochs & Roessler, 2004) 

 E. Aplikasi Sosial Cognitive Career Theory (SCCT) dalam BK 
Teori ini telah memberikan kontribusi untuk memahami perilaku karier dan konseling karier dengan menggarisbawahi fitur orang-orang yang relatif stabil dan lingkungan, jika tepat cocok, cenderung menyebabkan memuaskan (dari perspektif orang) dan memuaskan (dari perspektif lingkungan) (Ayuni, 2015). Teori kognitif sosial dapat diaplikasikan untuk membantu memahami dan merumuskan intervensi dalam konseling karier dan perkembangan. Misalnya, pembentukan keyakinan self-efficacy sangat relevan untuk membantu perempuan menerima pekerjaan yang secara tradisional tidak biasa bagi perempuan. Lent dan Hackett (1986) mengemukakan bahwa keyakinan self-efficacy dapat memprediksi index perilaku yang penting untuk memasuki karier, seperti pemilihan jurusan di perguruan tinggi dan kinerja akademik dalam bidang-bidang tertentu. Dengan memperhatikan keempat sumber informasi efficacy, konselor karier dapat merancang intervensi individual dan kelompok yang lebih efektif bagi laki-laki maupun perempuan. Dalam setting pendidikan, konselor dapat mengembangkan keyakinan self-efficacy pada diri siswa, guru, staf, dan orang tua, untuk meningkatkan motivasi dan pencapaian akademik. Konselor tersebut dapat melayani klien secara individual maupun kelompok, atau bekerja dalam kapasitas sebagai konsultan. Dalam setting pemberian bantuan, konselor dapat melatih klien dalam penggunaan pendekatan self-management yang didasarkan atas teori kognitif sosial. Misalnya, konselor dapat membantu klien mengadopsi dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan yang kondusif untuk kesehatan dan untuk menghilangkan kebiasaan yang tidak baik bagi kesehatan. Secara singkat, teori kognitif sosial memberikan kepada konselor pemahaman tentang bagaimana mereka dapat meningkatkan keyakinan self-efficacy serta keefektifannya bagi para kliennya maupun bagi dirinya sendiri. 


 BAB III 
PENUTUP 
 A. Kesimpulan 
Social Cognitive Career Theory (SCCT) merupakan teori yang dikembangkan oleh Lent, dkk. Yang merujuk dari teori pembelajaran sosial dan teori belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bandura. Yang mana berdasarkan teori yang menjadi faktor penentu pengembangan karier dengan menggabungkan tiga pusat variabel dari umum teori kognitif sosial: (1) self-efficacy (2) ekspektasi hasil, dan (3) personal goal. Kemudian, SCCT juga bermanfaat dalam memahami dan merespon perkembangan karier. SCCT merupakan aplikasi khusus teori kognisi sosial dari Bandura untuk proses pembentukan minat karier serta pendidikan (Kartadinata, 2012). SCCT ini bisa digunakan oleh guru BK dalam membantu peserta didik untuk menyiapkan peserta didik dalam pemilihan karier yang sesuai dengan faktor kognitif (kemampuan, pengaruh genetika, dan keterampilan, ras, status kesehatan) individu dengan faktor sosial (pengalaman belajar) individu. Yang nantinya disesuaikan atau diarahkan untuk pilihan karier yang cocok oleh peserta didik. 

 B. Saran 
Dalam penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan-kekurangan yang perlu ditingkatkan. Baik dari segi penulisan maupun pengutipan. Penulis sangat mengharapkan sekali kritikan dan komentar yang membangun bagi penulisan makalah ini. 


 KEPUSTKAAN 
 Adawiyah, S. U. (2014). Teori Sosial Koqnitif Karier. Ali, M. (2016). Dukungan Keluarga, Peran Gender, Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karier, dan Pengharapan Hasil Terhadap Career Indecision Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Madiun, 9(2), 279–304. 

 Ali, M., & Mukhibat. (2016). Dukungan Keluarga , Peran Keputusan Karier , Dan Career Indecision Siswa Sekolah Madiun. Palastren, 9(2), 279–304. 

 Ardiyanti, D., & Alsa, A. (2015). Pelatihan “PLANS” untuk Meningkatkan Efikasi Diri dalam Pengambilan Keputusan Karier. Gadjah Mada Journal of Professional Psychology, 1(1). Ardiyanti, D., & Alsa, A. (2015). Pelatihan “ PLANS ” untuk Meningkatkan Efikasi Diri dalam Pengambilan Keputusan Karier, 1(1), 1–17. 

 Ayuni, A. N. (2015). Kematangan Karier Siswa Kelas XI Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Keadaan Ekonomi Keluarga di SMA Negeri 1 Pakem. 

 Bakken, L. L., Byars-Winston, A., & Wang, M. F. (2006). Viewing clinical research career development through the lens of social cognitive career theory. Advances in Health Sciences Education, 11(1), 91–110. 

 Bandura, A. (1977). Self-efficacy: toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84(2), 191.

 Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Englewood Cliffs, NJ, US: Prentice-Hall, Inc. 

 Bandura, A. (2002). Social Cognitive Theory in Cultural Context, 51(2), 269–290. 

 Bandura, a, Barbaranelli, C., Caprara, G. V, & Pastorelli, C. (2008). ( Perspektif Teori Kognitif Sosial dan Implikasinya terhadap Pendidikan ) Abd . Mukhid. Child Development, 72(1), 187–206. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15350854. 

 Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey : Prentice-Hall. Brown, Duane. (2002). Career choice and development (4th ed). John Wiley & Sons, Inc. 

 Cunningham, G. B., Bruening, J., Sartore, M. L., Sagas, M., & Fink, J. S. (2005). The Application of Social Cognitive Career Theory to Sport and Leisure Career Choices, 122–138. Chaer, T. (2010). Self-Efficacy dan Pendidikan; Kajian Teori Kognitif Sosial dan Implikasinya dalam Pendidikan Agama Islam. Jurnal Al Murabbi, (3)1. 

 Creed, P., Patton, W., & Prideaux, L.-A. (2006). Causal relationship between career indecision and career decision-making self-efficacy: A longitudinal cross-lagged analysis. Journal of Career Development, 33(1), 47–65. 

 Faqih, A. (2016). Efektivitas Bimbingan Konseling Karier Melalui Teknik Restrukturisasi Kognitif Untuk Meningkatkan Self Efficacy Karier Siswa Kelas XII SMK Darul Ulum Baureno Bojonegoro (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya). 

 Flores, L. Y., & O’brien, K. M. (2002). The career development of Mexican American adolescent women: A test of social cognitive career theory. Journal of Counseling Psychology, 49(1), 14. 

 Germeijs, V., & Verschueren, K. (2007). High school students’ career decision-making process: Consequences for choice implementation in higher education. Journal of Vocational Behavior, 70(2), 223–241 

 Gibbons, M. M., & Shoffner, M. F. (2004). Prospective First-Generation College Students : Meeting Their. Asca, 8(1), 91–97. 

 Hartono. (2005). Pilihan Karier dalam Perspektif Budaya dan Implikasinya Pada Bimbingan Karier di Sekolah, 115–124. 

 Hartono. (2016). Pilihan Karier dalam Perspektif Budaya dan Implikasinya pada Bimbingan Karier di Sekolah. 

Healy, C. C. (1982). Career development: Counseling through the life stages. 

Allyn & Bacon. Hsieh, J.-T. H. and H.-H. (2011). Linking Socioeconomic Status to Social Cognitive Career Theory Factors: A Partial Least Squares Path Modeling Analysis. Journal of Career Assessment. 

 Kaminsky, S. E., & Behrend, T. S. (2014). Career Choice and Calling  Kartadinata, S. (2012). Managing and Developing School Guidance and Counseling Services through Continuing Teacher Counselors Professional Development. 

Lent, R. W., & Brown, S. D. (2006). Integrating person and situation perspectives on work satisfaction: A social-cognitive view. Journal of Vocational Behavior, 69(2), 236–247. Lent, R. W., 

Brown, S. D., & Hackett, G. (2000). Contextual supports and barriers to career choice: A social cognitive analysis. Journal of Counseling Psychology, 47(1), 36. 

 Lent, R. W., Brown, S. D., & Hackett, G. (2002). Social cognitive career theory. Career Choice and Development, 4, 255–311. 

 Lent, R. W., et al. (2005). Social cognitive predictors of academic interests and goals in engineering: Utility for women and students at historically black universities. Journal of Counseling Psychology, 52(1), 84. 

 Mujiyati, M. (2016). Implikasi Self Efficacy terhadap Perencanaan Karier Siswa. Jurnal Fokus Konseling, 2(1). 

 Mukhid, A. (2009). Self-efficacy; perspektif teori kognitif sosial dan implikasinya terhadap pendidikan. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 4(1). 

 Navarro, R. L., Flores, L. Y., & Worthington, R. L. (2007). Mexican American Middle School Students’ Goal Intentions in Mathematics and Science: A Test of Social Cognitive Career Theory. Journal of Counseling Psychology, 54(3), 320–335. 

 Niles, S., & Harris-Bowlsbey, J. (2005). Understanding and applying emerging theories of career development. Career Development Interventions in the 21 St Century, 85–116. 

 Ochs, L. A., & Roessler, R. T. (2004). Intentions :, 233, 224–233. Pajares, F., & Schunk, D. H. (2001). Self-beliefs and school success: Self-efficacy, self-concept, and school achievement. Perception, 11, 239–266. 

 Rolina, N. (2006). Pembelajaran, M. I. Keluarga: Sebagai Sumber Belajar Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Suatu Tinjauan Menurut Teori Sosial Kognitif Bandura) Oleh: Nelva Rolina ∗ ), 2, 207–216. 

 Rachmawati, Y. E. (2012). Hubungan antara Self Efficiacy dengan Kematangan Karier pada Mahasiswa Tingkat Awal dan Tingkat Akhir di Universitas Surabaya. Calyptra, 1(1), 1-25. 

 Rogers, M. E., & Creed, P. A. (2011). A longitudinal examination of adolescent career planning and exploration using a social cognitive career theory framework Author. Journal of Adolescence, 34, 163–172. 

 Setiaji, K. (2015). Pilihan Karier Mengajar Mahasiswa Pendidikan Ekonomi (Kajian Motivasi Karier Mengajar, Career Self Efficacy, Status Sosial Ekonomi, Minat menjadi Guru Terhadap Prestasi Akademik). Dinamika Pendidikan Unnes, 10(2). Self-efficacy and vocational identity. Journal of Career Development, 34(3), 263-285. 

 Setiyanto, I., Siwabessy, L. B., & Komalasari, G. (2014). Hubungan antara Efikasi Diri dengan Kematangan Karier Siswa Kelas XI SMKN 8 Jakarta. Insight: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 3(2), 31-37. 

 Setiaji, K. (2015). Pilihan Karier Mengajar Mahasiswa Pendidikan Ekonomi (Kajian Motivasi Karier Mengajar, Career Self Efficacy, Status Sosial Ekonomi, Minat menjadi Guru Terhadap Prestasi Akademik). Dinamika Pendidikan Unnes, 10(2). Tang, M., & Russ, K. (2007). Understanding and facilitating career development of people of Appalachian culture: An integrated approach. The Career Development Quarterly, 56(1), 34–46. 

 Tarsidi, D. (2010). Teori Kognitif Sosial Albert Bandura. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. 

 Triani, D., & Arief, S. (2016). Pengaruh Praktik Kerja Industri, Hasil Belajar Mata Pelajaran Akuntansi, Dan Motivasi Memasuki Kerja Terhadap Kesiapan Kerja Siswa Akuntansi. Economic Education Analysis Journal, 5(3), 849-849. 

 Utomo, T. C. (2016). Hubungan antara Self Efficacy dengan Perencanaan Karier Siswa Kelas XII SMA N 1 Tuntang Tahun Ajaran 2016/2017 (Doctoral dissertation, Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP-UKSW). 

 Winkel, W. S. (1997). Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. Wang, et al. (2007). Constructing the search for a job in academia from the perspectives of self-regulated learning strategies and social cognitive career theory. Journal of Vocational Behavior, 70(3), 574–589.  

Widiyanti. (2012). Self-Efficacy Dan Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Teknik Mesin, 20(1), 71–77 

 Zikic, J., & Saks, A. M. (2009). Job search and social cognitive theory: The role of career-relevant activities. Journal of Vocational Behavior, 74(1), 117–127. 

 Zulfikar, Z., & Widyanto, E. A. (2016). Interpretasi Sikap Mahasiswa Akuntansi terhadap Undang-Undang Akuntan Publik Guna Perencanaan Karier ditinjau dari Social Cognitive Career Theory. Eksis, 12(1)

TEORI ANALISIS TRANSAKSIONAL ERIC BERN



POSITIION HUNGER

The third psychological motivator is the need for individuals to have their chosen life position confirmed. This need is related to the concept of racket, life script, and counterscript. As mentioned