Sabtu, 07 April 2018

TES INTELEGENSI

JENIS TES DAN INVENTORI DALAM BK
(TES INTELEGENSI)

A.  Pengertian Intelegensi
 Kata intelegensi besarasal dari bahasa latin intelligere yang berarti menghubungkan atau atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to bind, tigether). Berikut beberapa pengertian intelegensi menurut para ahli:
1.      Menurut Herbert Spencer dalam Muri Yusuf (2011: 331), inteligensi adalah kemampuan bawaaan, atau kualitas bawaan sejak lahir sebagai hal yang berbeda dari kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar.
2.       A. Muri Yusuf (2011: 332) memberikan simpulan bahwa inteligensi itu disifatkan oleh: 1. Kemampuan berpikir abstrak 2. Kemampuan berpikir analitis dan rational 3. Kemampuan untuk mengambil sikap tepat dan menyesuaikan diri terhadap situasi lingkungan 4. Kemampuan untuk memecahkan masalah secara tepat dan cepat 5. Kemampuan bertindak secara efektif.
3.      Spearman (dalam Robert J. Gregory, 2010: 165) mengemukakan intelegensi sebagai kemampuan umum melibatkan sebagian besar pengembangan relasi dan hubungan timbal balik.
4.      Binnet Simon (dalam Robert J. Gregory, 2010: 165) : kemampuan menilai, memahami, dan berpikir logis dengan baik.
5.      Karl Buhler (Sarliti W. Sarwono, 2009:154) mengemukakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian.
6.      Wechsler (dalam Robert J. Gregory, 2010: 165) mengartikan intelegensi sebagai kapasitas agregat atau global dari individu untuk bertindak secara sengaja, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungan secara efektif.

Berdasarkan uraian tentang pengertian intelegensi di atas, dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang dapat digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir secara efektif.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pada perkembangannya inteligensi merupakan suatu kemampuan dasar yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen. Inteligensi merupakan potensial genetis yang berkembang melalui interaksi potensi pembawaan dan stimulasi dari lingkungan.
B.  Tujuan Tes/Pengukuran Intelegensi
Menurut Sumadi Suryabrata (2005:164) pada umumnya tujuan tes intelegensi adalah untuk menentukan kedudukan relatif seseorang di dalam kelompok. Yakni berkaitan dengan ukuran kemampuan seseorang yang menjadi pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kesuksesan seoserang dalam kehidupannya.
C.  Teori Intelegensi
Ada beberapa teori Intelegensi yaitu (dalam Robert J. Gregory, 2010:189):
1.      Teori Lama, yaitu ada dua teori (Wocdworth dalam Wayan Nurkancana, 1993:161).
a.       Teori pertama mengatakan bahwa setiap pekerjaan memerlukan satu kecakapan khusus tertentu yang terpisah (separate specific ability), dan bahwa tiap individu itu berbeda dalam kemampuannya melaksanakan setiap pekerjaan samata-mata karena memiliki kecakapan yang khusus ini dalam tingkat berbeda-beda.
b.      Teori ke dua mengatakan bahwa semua pekerjaan itu tergantung pada satu unit kecakapan yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan (a unit of ability). Perbedaan kemampuan individu dalam suatu pekerjaan disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam tingkat kecakapan umum.
2.      Teori faktor (dwi faktor/bi faktor)
Pada awal tahun 1900-an, Charles Spearmen mengusulkan bahwa intelegensi terdiri dari dua faktor yaitu: faktor umum atau general faktor yang disingkat dengan (faktor g ) dan berbagai faktor khusu atau spesifik yang disingkat dengan (faktor S) s1, s2, s3, dan seterusnya. Faktor G itu berfungsi pada semua tingkah laku atau kecakapan, sedangkan faktor S berfungsi pada suatu tingkah laku atau kecakapan tertentu saja.Ia membantu menemukan analisis faktor untuk menambah investigasinya mengenai asal-usul intelegensi. Makin tinggi korelasi antara dua kecakapan berarti makin banyak faktor G yang berfungsi di dalamnya. Sebaliknya,kalau korelasi antara dua jenis kecapakan itu rendah, berarti faktor S lah yang lebih banyak berfungsi di dalamnya. Oleh karena itu, Spearman didasarkan atas analisis faktor yang dikenal dengan teori faktor. Dan karena teori Spearman mengatakan bahwa kemampuan manusia terdiri dari dua faktor yaitu (faktor G dan faktor S), maka teori Spearman tersebut juga dikenal dengan teori dwi faktor. Faktor umum atau faktor general faktor inilah yang disebut dengan intelegensi, sedangkan faktor khusus atau special faktor disebut dengan bakat.
3.      Teori Thurstone
Teori Thurstone sependapat dengan Burt bahwa ada faktor C yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, juga berpendapat dengan Burt mengenai faktor S (yang mendasari suatu tingkah laku tertentu). Jumlah S sebanyak tingkah laku khusus oleh manusia bersangkutan. Dengan kata lain, L.L Thurstone lebih menyukai pandangan bahwa intelgensi terdiri dari sekitar tujuh faktor kelompok ketimbang satu faktor umum. Ketujuh faktor tersebut adalah:
a.       Pemehaman verbal (Verbal Comprehension): kapasitas untuk menggunakan bahasa.
b.      Kelancaran kata (Word Fluency): kapistas untuk berbicara secara lancar, dapat diukur dengan tes seperti anagram atau secepat mungkin menyebutkan kata yang tepat sesuai dengan kategori yang diberikan (misalnya, makanan yang diawali dengan huruf S).
c.       Angka (Number): kapasitas untuk bekerja dengan bilangan, serupa dengan kecepatan dan akurasi dalam menghitung aritmatika.
d.      Ruang (Space): yaitu kapasitas untuk mengadakan orientasi dalam ruang atau kemampuan memvisualisasikan objek tiga dimensi yang dirotasi atau dibuka per bagian.
e.       Memori Asosiatif (Associative Memory): kemampuan yang berhubungan dengan memori seperti bagaimana membuat asosiasi dari hal-hal yang tidak berhubungan.
f.       Kecepatan Perseptual (Perceptual Space):kapasitas untuk mengamati dengan cepat dan tepat atau meliputi tugas-tugas administratif sederhana seperti mencari persamaan dan perbedaan pada suatu detail visual.
g.      Penalaran induktif (Inductive Reasoning): faktor ini diukur dengan kemampuan menemuka sebuah pola seperti pada tes melengkapi urutan angka.
4.      Toeri Cattel-Horn-Carroll (CHC )
Cattel-Horn-Carroll atau CHC mengusulkan bahwa intelegensi terdiri dari tiga strata yaitu:
a.       Faktor yang menjalar (pervasive factor) yang didefenisikan oleh intelegensi umum
b.      Delapan atau lebih faktor yang lebih luas didapatkan daru intelegensi umum,
c.       Sekitar 70 faktot terbatas.
Keunggulan teori CHC adalah bahwa teori ini didasarkan pada analisi yang cermat dari ratusan analisis faktor yang dilakukan oleh peneliti independen dan dipadukan oleh John Carrol serta yang lainnya.
5.      Teori Giulford
J. P Guilford mengusulkan model struktur intelegensi/structure-of-intellec (SOI) untuk menyimpulkan pandangannya tentang sifat dasar intelegensi yang memiliki banyak sisi. Ia mengklasifikasikan kemampuan intelegensi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.       Operasi (5 jenis) yaitu pengamatan, ingatan, analisis (disvergent thinking), sintesis (convergent thinking), dan evaluasi.
b.      Isi (5 jenis), yaitu gambar, simbol, kata-kata dan perbuatan.
c.       Produk (6 jenis) yaitu kesatuan informasi, klasifikasi unit, hubungan antarunit, sistem informasi, dan implementasi.
Berdasarkan itu, secara keseluruhan Gulford mengusulkan 150 jenis intelegensi yang berbeda.
6.      Teori pengolahan yang berurutan dan stimultan (theory of simultaneous and succesive processing)
Otak manusia mempunyai dua bentuk yang berbeda dalam pengolahan informasi yaitu: simultan di mana kelompok  informasi spasial yang utama diproses sekaligus, dan berurutan di mana informasi disusun dalam urutan linear. Pengolahan Simultan informasi ditunjukkan oleh adanya eksekusi beberapa operasi mental yang berbeda secara simultan. Bentuk pemikiran dan persepsi yang membutuhkan analisis spesial seperti menggambar kubus, membutuhkan pengolahan informasi yang stimultan. Pada saat menggambar, peserta tes harus memahami secara stimultan keseluruhan bentuk yang akan digambar dan mengarahkan tangan serta jari untuk menggambarkan bentuk tersebut. Pengolahan berurutan, informasi diperlukan untuk aktivitas mental di mana urutan operasi yang tepat harus dijalankan. Pengolahan berurutan diperlukan dalam mengingat deret angka, mengulang sederatan kata (misalnya, sepatu, bola, telur0 melakukan pengulangan terhadap sederetan gerakan tangan ( telapak tangan mengepal, membuka, mengepal, membuka).
7.      Teori intelegensi majemuk
Teori intelegensi majemuk diajukan oleh  Howard Gardner yang secara bebas di dasarkan kepada studi tentang hubungan otak dan perilaku. Dia memperdebatkan keberadaan beberapa intelegensi yang relatif independen, termasuk linguistik, musikal, logika-matematika, spasial, tubuh-kinestetik, dan personal. Dan Gadner mengemukakan tujuh intelegensi dasar yaitu:
a.       Liguistik
b.      logika
c.       Matematika
d.      Spasial
e.       Musikal, seperti dapat dengan mudah memainkan instrumen atau menulis komposisi mereka sendiri.
f.       Kinestetik, terdiri dari jenis keterampilan yang digunakan oleh para atlit, penari, aktris pantonim, dan lain-lain
g.      Interpesonal dan intrapersonal,intelegensi personal meliputi kapasitas untuk masuk ke dalam perasaan sendiri (intrapersonal) dan kemampuan memperhatikan serta membedakan suasana hati, tempramen, motoivasi, dan intensi orang lain.
8.      Teori Triarchic Intelegensi
R. Sternberg mengusulkan teori intelegensi triarchic dengan aspek-aspek berikut:
a. intelegensi komponensial (mekanisme mental internal yang bertanggung jawab terhadap perilaku intelegensi),
b. intelegnsi pengalaman (kemampuan menghadapi tugas-tugas baru) dan
c. intelegensi kontekstual (adaptasi, pembentukan, dan seleksi lingkungan dunia nyata).
D.  Kegunaan Tes Intelegensi
Tes intelegensi dapat digunakan untuk berbagai tujuan  yaitu, (Wayan Nurkancana, 1993:187).
1.      Untuk mengetahui apakah seorang anak sudah cukup matang untuk diterima di kelas I Sekolah Dasar atau belum.
2.      Untuk mengadakan seleksi terhadap calon siswa atau mahasiswa. Anak-anak yang telah tamat sekolah dasar atau sekolah menengah, juga menunjukkan variasi yang sangat luas mengenai kematangan psikis mereka. Untuk menentukan calon-calon yang akan diterima disuatu sekolah atau perguruan tinggi, dapat didasarkan kepada urutan umur psikis para calon.
3.      Sebagai salah satu informasi dalam mengadakan diagnosis kesulitan belajar. Rendahnya prestasi yang dicapai oleh seorang anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu penyebabnya adalah intelegensinya yang rendah. Apabila anak yang prestasinya rendah itu, memang ternyata intelegensinya juga rendah, maka sudah dapat kita simpulkan bahwa penyebabnya terletak pada faktor intelegensi. Tetapi apabila anak tersebut ternyata mempunyai intelegensi yang tinggi, maka perlulah kita cari faktor-faktor yang lain yang mungkin menjadi penyebab kesulitan belajar yang dihadapi oleh anak tersebut.
4.      Untuk mengelompokkan murid-murid berdasarkan IQ mereka. Pada murid kelas I yang baru diterima di suatu sekolah ada baiknya dikelompokkan atas dasar IQ nya. Dengan pengelompokkan tersebut kita akan mendapatkan kelas-kelas yang homogen dalam kecakapan mereka. Hal ini akan memudahkan para guru dalam memberikan pelajaran.
5.      Sebagai bahan untuk meramalkan kemungkinan sukses tidaknya seorang anak diperguruan tinggi. Misalnya untuk dapat menamatkan pendidikan diperguruan tinggi diharapkan memliki IQ sebesar 120. Apabila anak mempunyai IQ di bawah 120 kecillah kemungkinannya untuk bisa menammatkan studi di perguruan tingi tepat waktu.
Jika dihubungkan dengan Bimbingan dan Konseling, dalam melaksanakan perannya, Guru BK membutuhkan bantuan alat guna memahami potensi yang ada dalam diri siswa dan mendeteksi faktor-faktor pendukung dan penghambat siswa dalam belajar khususnya faktor internal. Alat tersebut salah satunya adalah tes intelegensi. Contoh tes psikologi dalam kaitannya dengan fungsi prediksi adalah penggunaan tes psikologi untuk memprediksi keberhasilan siswa dalam belajar disuatu jurusan tertentu.
Fungsi dari pengukuran psikologis dalam bimbingan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
1.    Dilihat dari segi klien, Membantu siswa/klien mengenal dan mengerti keadaan psikisnya yang menyangkut potensi psikis dan prestasinya serta kelemahan dan kelebihan dalam aspek psikis yang dimilikinya.
2.    Dilihat dari segi konselor, Membantu konselor dalam memahami diri kliennya sehingga dapat menetapkan bentuk layanan bimbingan yang sesuai dengan keadaan dan pribadinya.
3.    Dilihat dari proses layanan bimbingan Pengukuran psikologis mempunyai beberapa fungsi, antara lain: a) Prediksi. Yaitu dapat digunakan untuk meramalkan kemungkinan tingkah laku klien di masa datang. b) Diagnosa. Bahwa hasil pengukuran psikologis sebagai dasar menetapkan jenis masalah/kesulitan, letak kesulitan beserta penyebab terjadinya. Hasil diagnosa ini juga dapat digunakan untuk menetapkan alternatif jenis dan layanan bimbingan yang sesuai. c) Monitoring. Yaitu digunakan untuk melihat seberapa jauh perkembangan dan kemajuan siswa di sekolah. d)Evaluasi. Berfungsi sebagai bahan informasi untuk dasar pengambilan keputusan tentang perlakuan terhadap klien. e) Penelitian Sebagai informasi atau tata penelitian tentang suatu hal tertentu berhubungan dengan tujuan pengukuran, untuk menentukan tindak lanjut bimbingannya.
E.  Sejarah Tes Intelegensi
Di dalam buku Wayan Nurkancana (1993: 166) dijelaskan bahwa usaha-usaha pengukuran intelegensi baru dimulai pada akhir abad ke sembilan belas. Dan yang dipandang sebagai perintis pengukuran intelegensi adalah Binet Simon. Hal ini berawal dari adanya masalah-masalah yang timbul mengenai adanya perbedaan-perbedaan individual dalam kecakapan antara murid-murid di Perancis pada tahun 1904.  Yang sebelumnya perbedaan ini belum dirasakan dikarenakan pada waktu sebelumnya pengajaran hanya diberikan secara individual. Namun, ketika pengajaran itu semakin meluas dan mulailah dipraktekkannya sistem klasikal, barulah dirasakan adanya perbedaan individual tersebut dengan kapasitas yang berbeda-beda. Ada anak yang mempunyai kapasitas yang  cukup tingi, ada anak yang mempunyai kapasitas sedang, dan ada anak yang mempunyai kapasitas rendah bahkan ada yang sangat rendah, sehingga tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah dasar biasa. Jadi harus dididik dalam sekolah luar biasa. Anak yang mempunyai kapasitas yang sangat rendah tersebut disebut dengan anak yang lemah jiwa.
Untuk dapat membedakan, mana anak yang normal yang dapat mengikuti pelajaran di SD biasa, dan mana anak-anak yang llemah jiwa, maka perlulah adanya suatu alat pengukur. Dengan demikian, mulailah dirasakan adanya kebutuhan untuk mendapatkan alat yang dapat membedakan antara kedua gologan tersebut.
Salah seorang tokoh yang sangat tertarik untuk menyelidiki permsalahan perbedaan individual tersebut adalah seorang ahli bangsa Perancis bernama Alfred Binet. Sejak tahun 1890 ia telah mengadakan percobaan-percobaan untuk menemukan alat yang dapat digunakan untuk mengukur perbedaan individual. Sehingga muncullah tes intelegensi yang pertama kali yang bernama:
1.      Tes Binet-Simon pertama
Tes Binet-Simon pertama kali terbit pada tahun 1905 dan ini berawal dari adanya perbedaan individual yang terjadi ketika waktu pengajaran yang mulai dirasakan pada tahun 1904 di Perancis. Sehingga Menteri Pendidikan dan Pengajaran Perancis menugaskan Alfred Binet untuk menyusun alat pengukuran dengan tujuan permasalahan tersebut bisa diatasi. Alfred Binet dibantu oleh Theodore Simon. Tes ini kemudian dikenal dengan sebutan tes Binet Simon yang pertama. Tes ini terdiri dari seumlah tugas/pertanyaan. Anak-anak yang dapat menjawab dengan betul sejumlah pertanyaan tertentu dapat digolongkan sebagai anak yang normal. Sedangkan apabila syarat ini tidak dipenuhi maka anak tersebut digolongkan anak yang lemah jiwa.
2.      Tes Binet-Simon kedua
Tes yang diterbitkan pada tahun 1905 masih merupakan tes yang sederhana. Binet dan Simon terus berusaha untuk menyempurnakan tes tersebut. Sehingga pada tahun 1908 dapat diterbitkan suatu tes yang merupakan pembaharuan dari tes yang diterbitkan pada tahun 1905. Tes-tes itu dibagi menjadi beberapa golongan menurut umur. Apabila seorang anak dapat menjawab suatu tes yang termasuk kedalam golongan umur 5 tahun maka dikatakan bahwa umur psikis anak tersebut adalah 5 tahun.
Berdasarkan perbedaan anatar umur kronologis anak yang bersangkutan dengan umur psikisnya, maka anak-anak digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:
a.       Golongan superior: apabila umur psikis yang dicapai lebih tinggi dua tahun atau lebih dari umur kronologisnya.
b.      Golongan anak normal: apabila umur psikis yang dicapai sama atau selisih satu tahun dengan umur kronologisnya.
c.       Golongan inferior: apabila umur psikis yang dicapai dua tahun lebih rendah dari umur kronologisnya.
3.    Tes Binet-Simon Ketiga
Tes yang diterbitkan oleh Binet dan Simon tahun 1908 tersebut banyak menarik perhatian para ahli, baik di Eropa maupun Amerika. Mereka mencobakan tes Binet-Simon di negaranya masing-masing, kemudian melaporkan hasil-hasil yang mereka capai. Dari laporan tersebut ternyata bahwa tes yang diterbitkan pada tahun 1908 itu masih mengandung kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu, Binet dan Simon kembali bekerja keras untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tesnya.
Pada tahun 1911 terbitlah revisinya yang terakhir. Dan setelah revisinya yang terakhir, Binet meninggal pada tahun itu juga. Dalam revisi yang dilakukan ini, umur psikis seorang anak yang tidak ditentukan oleh golongan umur tertinggi yang dapat dijawab secara benar oleh anak. Umur psikis di mana suatu tes dapat dijawab dengan betul seluruhnya disebut umur psikis dasar. Kemudia untuk setiap pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar pada seri pertanyaan di atas umur psikis dasar ini diberikan lagi nilai sebesar satu tahun perjumlah pertanyaan dari seri tersebut. Misalnya satu seri pertanyaan terdiri dari 6 pernyataan dan dapat dijawab dengan betul oleh anak sebanyak 2 pertanyaan, maka kepada anak ini ditambahkan lagi umur psikis sebanyak  tahun.



4.    Revisi-revisi tes Binet-Simon
Setelah penerbitan tahun 1911, masih banyak lagi yang dilakukan revisi-revisi terutama di Amerika Serikat. Beberapa revisi yang penting antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Revisi Kuhlmann.
Kuhlmann melakukan dua kali revisi yaitu yang pertama pada tahun 1912, dan yang kedua pada tahun 1922.
b.      Revisi yang dilakukan oleh Lewis M. Terman dari Stanford University, yang selanjutnya terkenal dengan revisi Stanford pada tahun 1916.
Dari revisi Stanford dapat diketahui bahwa ukuran kecerdasan seseorang yang didasarkan atas perbedaan umur psikis dan umur kronologis ternyata tidak tepat. Sebab seorang anak yang berumur 4 tahun yang mencapai umur psikis 5 tahun, ternayata setelah anak itu berumur 8 tahun ia mencapai umur psikis 10 tahun. Jadi perbedaan umur kronologis dengan umur psikis ternyata tidak tetap. Dan yang tetap ternyata adalah perbandingan antara umur kronologis dengan umur psikis atau umur mental.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut, William Stern mengemukakan bahwa untuk menentukan tingkat kecerdasan seseorang hendaklah digunakan istilah “quetion psychis” yang merupakan indeks perbadingan antara umur psikis dengan umur kronologis. Jadi apabila seorang anak berumur 4 tahun mencapai umur psikis 5 tahun, maka “quetion psychisnya” adlah 5:4 = 1,25.
c.       Revisi Terman dan Daud Merril pada tahun 1937.
Terman tidak sependapat dengan William Stern penggunaan istilah “quetion psychis”. Terman mengemukakan istilah Intelegensi Quetion (IQ). Dan supaya mendapatkan bilangan bulat, maka diperoleh hasil perbandingan antar umur spikis dan umur kronologis dikalikan dengan 100. Dengan demikian maka  anak yang brumur 4 tahun yang mencapai umur psikis 5 tahun, intelegensi quetionnya adalah . Bagi Termen ukuran ini merupakan petunjuk terhadap kecerdasan seorang anak, oleh karena ukuran ini pada hakekatnya menyatakan perbandingan antara perkembangan psikis seorang anak normal sebaya.
d.      Revisi Herring pada tahun 1922.
e.       Revisi Noden pada tahun 1932.
5.      Berkembangnya tes Intelegensi
Di samping berkembangnya tes Binet-Simon dengan segala revisi-revisinya, kemudian berkembang pula jenis-jenis  tes intelegensi yang lain. Beberapa diantarnya yaitu:
a.       Tes Wechsler
b.      Tes army alpha dan army beta
c.       Tes menggambar orang
d.      Tes labirin
e.       Tes progressive Matrics
Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha pengukuruan intelegensi baru dimulai pada akhir abad kesembilan belas. Dan yang dapat dipadandang sebagai perintis pengukuran intelegensi adalah Binet dan Simon. Setelah tes Binet-Simon barulah muncul sejumlah tes intelegensi yang lain.
F.   Jenis Tes Intelegensi
Beberapa jenis tes yang dapat digunakan untuk mengukur inteligensi atau kemajuan intelektual akan diutarakan pada uraian berikut (A. Muri Yuusf, 2011:339):
a.  Draw a Man Test (DMT)
Tes ini adalah menyangkut dengan gambar manusia, yang mula-mula dikembangkan oleh Sir Cyril Burt pada tahun 1921. Tahun 1926 Florance menyempurnakan dan menerbitkan DMT dalam bentuk tes standar. Tes ini dirancang untuk mengukur intelegensi peserta didik berumur 5-11 tahun dengan sampel penyusunnan peserta didik kulit putih. Pada tahun 1963, DMT direvisi oleh Dake B. Harris sehingga namanya berubah menjadi Goodnough Harris Drawing Test (GBHDT).

b.  Test Binet Simon
Test mula-mula dikembangkan oleh Alfred Binet (1857-1911) dan Theophile Simon (1873-1961), pada tahun 1904 untuk dapat membedakan peserta didik “Mentally Relarded” dan normal. Tes ini dirancang untuk umur yang berbeda atau dalam kelompok umur-umur tertentu.

KLASIFIKASI
IQ
Genius
140 Ke atas
Sangat Cerdas
130-139
Cerdas (Superior)
120-129
Diatas Rata-rata
110-119
Rata-rata
90-109
Di Bawah Rata-rata
80-89
Garis Bawah (Bodoh)
70-79
Lemah Jiwa
Di bawah 70

c.  Raven’s Progressive Matrices
Tes ini diterbitkan oleh J.C Raven pada tahun 1938, dan dirancang untuk mengukur “faktor G” (General Factor). Raven’s Progressive Matrices (RPM) merupakan tes intelegensi yang meminimalkan pengaruh kebudayaan, sebab tes ini “ non verbal” dan Non Factorial” serta didasarkan bentuk geometrik sederhana.
Tes RPM bukanlah tes verbal, tetapi tes yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan membandingkan penalaran dengan analogy serta cara berfikir logis.
Tes RPM ini dibedakan menjadi 3 yaitu:
1.      Standard progresive matrices (SPM), dirancang untuk mengukur intelektual seseorang mulai umur 6 tahun sampai dewasa yang terdiri dari 12 pola masing-masing set (5).
2.      Coloured progressive matrices (CPM), tes ini digunakan untuk peserta didik  berusia 4-6 tahun, karena lebih mudah dengan gambar bewarna.
3.      Advanced progessive matrices (APM), tes ini dirancang untuk mahasiswa S2, tes ini hampir sama dengan tes SPM , tetapi kesukarannya lebih tinggi.
d.  Rulon’s Semantic Test of Intellegence (STI)
Tes ini disusun oleh Rulon ini dapat digunakan untuk mengukur intelegensi atau kemampuan verbal orang yang tidak pandai membaca. Tes ini berisikan gambar-gambar dan disampaikan kepada peserta didik yang diuji secara pantomine. Peserta didik menjawab berdasarkan gambar yang dilengkapinya.
e.  The Wechsler Scales
Skala ini merupakan “Tes Batterai”yang dikembangkan oleh David Weshsler. Ia dilahirkan pada tahun 1896 dan merupakan ahli psikologi pada Belluvue Psychiatric Hospital di New York. Tes ini dibagi menjadi tiga bentuk yaitu : Weshsler-Bellevue Intellegence Scale (1939), Wechsler Intellegence Scale for Children (1949), Wechsler Adult Intellegence Scale (1955).
KLASIFIKASI
IQ
Very Superior
130 Keatas
Superior
120-129
Bright Normal
110-119
Average
90-109
Dull Normal
80-89
Borderline
70-79
Mental Deffecitve
69    ebawah
G.    Dasar Penyusunan Tes Intelegensi
Dasar penyusunan tes intelegensi pada awalnya merujuk dari tes yang dilahirkan oleh Binet dan Simon yang mengalami revisi-revisi pada setiap perkembangannya. Menurut Sumadi Suryabrata (2005:157) Dasar penyusunan tes intelegensi memiliki beberapa langkah yaitu sebagai berikut:
1.      Pengembangan spesifikasi tes intelegensi
Secara teori spesifikasi tes intelegensi disusun berdasarkan bangunan teoritis tentang intelegensi itu pada umumnya. Rekaan-rekaan atau konsep teoritis itu secara garis besar dapat digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu:
a.       Rekaan yang bersifat spekulatif
Spearman menggolong rekaan-rekaan spekulatif ini menjadi tiga kelompok yaitu (1) yang memberikan defenisi intelegensi umum, (2) yang memberikan defenisi mengenai daya-daya jiwa khusus yang merupakan bagian dari intelegensi, dan (3) yang memberikan defenisi intelegensi sebagai taraf umum daripada sejumlah daya-daya jiwa khusus.
b.      Rekaan-rekaan pragmatis
Dasar rekaan ini adalah apa yang dinyatakan oleh Boring (1923) bahwa intelegensi adalah apa yang dites oleh tes intelegensi.
c.       Rekaan-rekaan faktor
Rekaan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis faktor. Dirintis oleh Spearman dan rekaan tersebut dapat diuraikan seperti berikut.
1)      Teori Spearman (Dwi Faktor)
Bahwa perilaku manusia dimungkinkan oleh dua faktor yaitu (a) faktor umum (general factor) dan (b) faktor khusus. Faktor umum bergantung kepada dasar, sedangkan faktor khusus  dipengaruhi oleh pengalaman.
2)      Teori Thomson
Menurut Thomson perilaku manusia hanya dimungkinkan oleh faktor khusus saja yang bergantung kepada pendidikan.
3)      Teori Cyrill Burt
Bahwa manusia mempunyai faktor umum yang mendasari semua perilakunya dan tiap-tiap orang memiliki banyak faktor khusus.selain itu juga ada faktor kelompok (Common Factor) yang diberi lambang C.
4)      Teori Thurstone
Yang mendasari perilaku manusia yaitu faktor S dan C, dan faktor C ada tujuh yaitu ingatan, verbal, bilangan, kelancaran kata-kata, penalaran, persepsi, dan keruangan.
5)      Guilford
Intelegensi dapat dilihat dari tiga dasar, yaitu (a) proses psikologis yang terlibat yakni, cognition, memory, divergent production, convergent production, dan evaluation. (b) isi atau materi yang diproses yakni figural, simbolic, semantic dan behavioral. (c) bentuk informasi yang dihasilkan yaitu unit, classes, relations, systems, transformations dan implication.
        Dengan demikian secara keseluruhan ada 5x4x6=120 macam faktor intelegensi.
d.      Rekaan operasional
e.       Rekaan fungsional
Disusun atas dasar pemikiran atau analisis mengenai bagaimana berfungsinya intelegensi itu, lalu dirumuskan sifat-sifat hakekatnya atau defenisinya.
1)      Kisi-kisi tes
Kisi-kisi tes disusun atas rekaan teoritis yang dijadikan dasar pengembangan tess intelegensi terntentu.
2)      Subjek yang akan di tes
Spesifikasi mengenai subjek yang akan dites sangat penting, oleh karena tes ini terkait dengan sampel yang dites. Pentingnya spesifikasi subjek ini terutama berkenaan dengan penyusunan norma dan pembakuan.



3)        Tujuan testing
Pada umumnya tujuan testing tes intelegensi adalah untuk menentukan kedudukan relatif seseorang di dalam kelompok. Jika ada tujuan lain harus dinayatakan secara spesifik.
4)      Materi tes
Materi yang akan digunakan harus dirumuskan dengan jelas, apakah tes verbal, figural, performance atau kombinasi berbagai materi, perlu dirumuskan dengan jelas.
5)      Jumlah soal
Jumlah soal untuk keseluruhan tes dan untuk masing-masing bagiannya perlu dinyatakan secara jelas dan jumlah soal masing-masing bagian itu sama.
6)      Taraf kesukaran soal
Kalau dimaksudkan untuk menghasilkan skor yang berdistribusi normal maka harus dinayatakan bahwa taraf kesukaran soal akan mempunyai harga rata-rata p=0,50 dan berdistribusi normal.
2.      Pengembangan Soal
Soal yang dikembangkan akan tergantung kepada spesifikasinya, mungkin soal-soal itu bersifat figural seperti misalnya SPM yang dikembangkan oleh Raven. Secara teori SPM dimaksudkan untuk mengukur faktor g menurut teori Spearman. Penyelesaian soal-soal SPM menuntut penerapan prinsp-prinsip berpikir tertentu yang ditampilkan dalam bentuk gambar. Tes Wechsler misalnya terdiri atas dua subtes, yaitu verbal dan nonverbalm(performance).
3.      Penelaahan soal
Penelaahan soal dirujuk dari kisi-kisi tes sebagai rujukan yang lebih penting, karena beragamnya dasar teoritis yang mungkin dijadikan acuan. Kecuali tes berupa gambar akan menntut penelaah soal memiliki kemampuan profesioanl yang lebih dari tes-tes verbal. Demikian pula tes performance.

4.      Perakitan soal
Karena rancangan tes sudah terarah, maka perakitan soal relatif lebih mudah dilakukan.
5.      Uji coba tes
Pemilihan subjek untuk uji coba tes harus dilakukan secara hati-hati, agar kelompom subjek itu mencerminkan populasinya. Wilayah generalisasinya sangat luas, dan ini harus selalu diperhitungkan dalam tiap langkah pengembangan tes intelegensi.
6.      Analisis butir soal
Analisis hasil uji coba perlu disesuaikan dengan materi tes dan tipe soal yang dipakai.
7.      Seleksi dan perakitan soal
Berdasarkan atas hasil analisis soal perlu dilakukan seleksi soal. Seleksi soal ini pada dasarnya dilakukan dengan cara yang lazim untuk tes atribut kognitif. Dan perlu disesuaikan dengan materi tes dan tipe soal yang digunakan, sesuai dengan spesifikasi yang telah dirumuskan.










KEPUSTAKAAN
A.Muri Yusuf. 2011. Asesmen dan Evaluasi Pendidikan. Padang: UNP Press.
Robert J. Gregory. 2010. Tes Psikologi Sejarah, Prinsip dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga.
Sarlito W. Sarwono. 2012. Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Sumadi Suryabrata. 2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Andi Sofiet.
Wayan Nurkancana. 1993. Pemahaman Individu. Surabaya: Usaha Nasional.


















PENGUKURAN DAN PENILAIAN DALAM BK
TUGAS 1
“Pengertian Pengukuran, Penilaian (Assessment) dan Evaluasi Dalam Bimbingan dan Konseling”
 





Dosen Pembina:
Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd.
Dr. Riska Ahmad, M.Pd., Kons.

Oleh,
Wiwi Delfita
NIM. 17151049/2017




PROGRAM STUDI  BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar