KASUS
DARI PROSES MENYELURUH PELAYANAN KONSELING INTEGRITAS
Kasus:
salah seorang siswa di SMK X kelas X. Administrasi Perkantoran
I selalu cabut saat jam pelajaran Pendidikan Al-Quran bahkan bisa dikatakan
jarang masuk ketika jam pelajaran tersebut.
A.
Tahap
I
1.
Pengungkapan
data
a) Awalnya
pengungkapan data dilakukan oleh seorang guru BK melalui rekapitulasi absensi
siswa dalam kelas selama satu minggu yang direkap oleh guru BK. Setiap
melakukan rekapitulasi, terlihat bahwa setiap hari Rabu jam pelajaran
Pendidikan Al-Quran, siswa tersebut tidak hadir mengikuti pelajaran tersebut
dari pertemuan ke tiga sampai pertemuan ke tujuh. Artinya selama lima dari tujuh
kali pertemuan siswa tersebut tidak mengikuti pelajaran Pendidikan Al-Quran.
b) Pengungkapan
juga dilakukan oleh guru BK melalui wawancara singkat dengan guru mata
pelajaran. Terungkap bahwa siswa tersebut memang jarang hadir pada mata
pelajaran itu dari pertemuan ketiga sampai pertemuan ke tujuh.
c) Selanjutnya
dilihat rekap absen guru mata pelajaran pendidikan Al-Quran. Ternyata siswa
tersebut memang jarang masuk dalam mata pelajaran Pendidikan Al-Quran.
Berdasarkan
data tersebut diperoleh calon sasaran layanan yaitu siswa kelas X Administrasi
Perkantoran I dengan inisial B.
2.
Sasaran
Pelayanan
Langkah selanjutnya yaitu menentukan sasaran
pelayanan yaitu dengan memberikan
layanan konseling perorangan.
3.
Identitas
Dari calon sasaran layanan maka diperoleh sasaran layanan
yang akan diberikan layanan konseling prorangan yaitu dengan identitas sebagai
siswa dengan inisial B, kelas X. Administrasi Perkantoran I, SMK Negeri 4
sijunjung.
B.
Tahap
II
Setelah
diperoleh data dari siswa tadi, langkah selanjutnya adalah mengungkapkan:
1.
MASIDU
(Lima Masalah Individu)
Berdasarkan
data tersebut diperoleh bahwa lima masalah individu (MASIDU) yang dialami oleh
siswa B adalah:
a) Rasa
Aman
Masalah
yang dialami siswa B berkaitan dengan rasa aman yaitu:
·
Cemas ketika belajar Pendidikan Al-Quran
karena siswa B kurang bisa membaca Al-Quran
·
Khawatir jika ditertawakan oleh teman
sekelasnya karena kurang bisa membaca Al-Quran
·
Takut jika dimarahi oleh guru mata
pelajaran tersebut.
b) Kompetensi
· Tidak
mampu mengusai materi pelajaran dengan baik
· Tidak
bisa mendapatkan nilai yang bagus pada mata pelajaran Pendidikan Al-Quran karena ia kurang bisa
membaca Al-Quran.
c) Aspirasi
·
Mampu membaca Al-Quran dengan baik dan
benar.
·
Ingin diakui oleh orang disekitarnya
bahwa ia mampu membaca A-Quran.
·
Berkeinginan bahwa setelah ia menikah ia
ingin mempunyai anak yang bisa membaca Al-quran dan ia ingin mengajarkan
anaknya membaca Al-quran.
d) Semangat
Masalah
yang dialami dalam aspek semangat yaitu:
·
Cabut saat jam pelajaran Pendidikan
Al-Quran.
·
Menganggap pelajaran Pendidikan Al-Quran
sulit.
·
Tidak mengikuti pelajaran dengan baik.
·
Malas mengikuti PBM.
e) Memanfaatkan
kesempatan yang ada
·
Belajar mengaji dengan orang tua maupun
teman
·
Mengikuti les mengaji
·
Belajar membaca AL-Quran sendiri dengan
memanfaatkan media yang ada seperti internet.
·
Akan mengikuti pelajaran Pendidikan
Al-Quran di sekolah.
·
Jika ia tidak memahami pelajaran
tersebut maka ia akan bertanya kepada teman maupun guru.
2.
Kasus
Berdasarkan lima masalah individu yang dialami oleh
siswa B, dapat disimpilkan bahwa ia mengalami masalah tidak bisa membaca
AL-Quran.
3.
Pokok
KES-T
Berdasarkan MASIDU dan kasus maka dapat diketahui
bahwa siswa B mengalami kondisi KES-T.
4.
Bidang
pelayanan
Beradasarkan masalah yang dialami oleh siswa B yaitu
tidak bisa membaca Al-Quran, maka bidang pelayanan yang cocok berdasarkan kasus
dan kondisi KES-T yaitu Pribadi dan
agama.
Setelah ditentukan bidang pelayanan yang tepat maka
langkah selanjutnya adalah menentukan
diagnosis dan prognosis.
5.
Diagnosis
-Prognosis dan Konsep PERPOSTUR
a. Diagnosis
Adapun
diagnosis kasus tersebut yaitu:’
·
Jarang diajarkan oleh orang tuanya dalam
hal mengaji karena orang tuanya selalu sibuk.
·
Waktu kecil pernah ditertawakan oleh
temannya karena salah dalam membaca bacaan saat mengaji sehingga membuat ia
tidak mau mengaji lagi.
·
Ia belajar mengaji hanya sampai umur 8
tahun dan tidak pernah mengaji lagi sampai sekarang.
b. Prognosis
Jika masalah siswa yang tidak bisa mengaji tersebut
tidak teratasi dengan baik, maka:
·
Siswa akan gagal pada mata pelajaran
tersebut.
·
Kemudian dimasa yang akan datang siswa
tersebut akan tetap mengalami kesulitan dalam mengaji.
·
Pada saat ia berumah tangga ia tidak
bisa membimbing anak cucunya untuk mengenalkan agama terutama mengaji
·
Siswa tersebut juga tidak mampu
melaksanakan shalat karena kemampuannya dalam mengaji juga kurang. Sehingga
akan mempengaruhi bacaan shalatnya.
c. Konsep
PERPOSTUR
Yakni
mengarahkan siswa B untuk belajar mengaji dan megikuti les mengaji serta
mengarahkan siswa B agar selalu mengikuti pelajaran Pendidikan Al-Quran untuk
Selanjutnya.
C.
Tahap
III (Fungsi Pelayanan)
Berdasarkan kasus tersebut maka fungsi pelayanan
yaitu fungsi pengentasan lebih diutamakan yakni tujuannya yaitu mengentaskan
permasalahan yang dialami oleh siswa agar ia bisa membaca Al-Quran sehingga
nilai pada mata pelajaran tersebut mendapatkan hasil yang memuaskan.
Kemudian, fungsi pencegahan juga dibutuhkan. Karena apabila ia telah bisa membaca
Al-Quran, maka tidak akan muncul masalah yang sama seperti yang dirasakan saat
ini.
Selain itu, fungsi pemahaman juga diterapkan oleh konselor tujuannya adalah agar siswa
memahami bahwa membaca Al-Quran
merupakan hal yang sangat penting bagi kita sebagai umat islam.
D.
Tahap
IV (Pembinaan)
Dari layanan dan kegiatan pendukung yang
dilaksanakan, maka tujuan pokoknya adalah untuk menjadikan siswa B menjadi Mandiri
dan Mengendalikan Diri. Mandiri maksudnya
adalah jika ada masalah yang sama terjadi siswa tersebut mampu menyelesaikan
masalahnya. Mengendalikan diri maksudnya adalah siswa B harus mengikuti
pelajaran Pendidkan Al-Quran dengan baik. Meskipun ia masih belum bisa membaca
Al-Quran dan tugas ia selanjutnya adalah belajar membaca Al-Quran agar bisa
mendapatkan nilai yang bagus.
E.
Tahap
V (PERPOSTUR: AKURS)
Adapun perilaku positif terstruktur yang
diharapkan ada pada diri siswa B adalah:
1.
Acuan
Bisa
meneriman keadaan yang dialaminya dan tidak merasa rendah diri.
2.
Kompetensi
Berkaitan dengan hal ini, siswa B Harus
berpikir positif bahwa ia bisa mendapatkan nilai yang bagus pada mata pelajaran
tersebut kalau ia bisa membaca Al-Quran dan temannya tidak akan menertawakannya
meskipun sekarang ia kurang bisa membaca Al-Quran.
3.
Usaha
Adapun
usaha yang akan dilakukan oleh siswa B adalah:
a. Siswa
B akan selalu mengikuti pelajaran Pendidikan Al-Quran dengan baik meskipun
kondisinya sekarang masih belum bisa membaca Al-Quran
b. Siswa
B akan belajar mengaji agar is bisa membaca Al-Quran
c. Setelah
melalukan proses konseling ia akan mencari guru mengaji
d. Ia
akan belajar mengaji di rumah dengan membawa guru les mengaji.
4.
Rasa
Akan
bersemangat untuk mengikuti les ngaji dan akan selalu selalu bersemangat dalam
mengikuti pelajaran Pendidikan Al-Quran.
5. Sungguh-sungguh
a.
Akan bersungguh-sungguh mengikuti
pelajaran Pendidikan Al-Quran, Seperti tidak cabut lagi dan akan memperhatikan
guru ketika menerangkan pelajaran.
b.
Akan bersungguh mengikuti les mengaji
agar bisa membaca Al-Quran
KETERKAITAN
KONSELING DENGAN
PENDIDIKAN
Adapun keterkaitan
konseling dengan lima komponen pokok dalam pendidikan berdasarkan UU RI No.
20/2003 (Pasal 1 Butir 1) tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu:
1. Usaha
sadar dan terencana
Dalam pelayanan konseling, konselor secara
profesional memberikan pelayanan kepada sasaran layanan dengan usaha sadar dan
terencana. Sadar maksudnya adalah Konselor secara profesional membantu dan memberikan pelayanan kepada
klien dengan secara penuh dalam keadaan sadar secara sukarela kepada klien yang membutuhkan bantuan. Sedangkan
terencana maksudnya adalah dalam proses pelayanan konseling, konselor
memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien dan harus sesuai dengan
tahapan, prosedur serta arah yang jelas dan diwarnai oleh unsur pembelajaran.
Sehingga konseling yang dilaksanakan memiliki makna yang jelas pula yakni mampu
mengatasi KES-T sehingga menjadi KES.
Selain itu, Pemberian layanan BK yang diberikan oleh konselor tersebut mengacu kepada
penanganan KES-T dan pengembangan KES terhadap klien. Dimana pemberian
layanan tersebut dilaksanakan secara
sadar dan terencana oleh konselor. Salah satu tujuan dari pelaksanaan pemberian bantuan melalui layanan BK
adalah tentang pengembangan pribadi mandiri dan kemapuan
pengendalian diri yang dilakukan secara
sadar dan terencana, baik oleh konselor sebagai pelaksana layanan maupun siswa
ataupun klien sebagai subjek dari pelayanan BK.
2. Suasanan
belajar dan proses pembelajaran
Seorang yang
profesioanl dalam bidangnya (konselor) akan menjalankan tugasnya secara
profesional juga terutama dalam pemberian bantuan kepada kliennya. Konselor
yang profesional hendaknya mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
dalam pelaksanaan konseling. Suasana belajar yang berdinamika dan suasana yang
hidup sehingga klien bisa merasa senang dan aktif dalam proses pelayanan.
Selain itu pemberian bantuan yang dilakukan juga akan mewarnai proses pembelajaran
yang akan berorientasi akhir pada BMB3. Tujuannya adalah agar pelayanan yang
diberikan oleh konselor diasakan sangat bermakna dan berarti bagi klien itu
sendiri.
Jadi, layanan
konseling yang diberikan tidak terlepas dari unsur pendidikan (pembelajaran)
agar tujuan layanan konseling dapat terwujud yakni untuk mengembangkan KES dan
penanganan KES-T. Layanan harus bergerak dan hidup, dalam artian setiap peserta
layanan harus berpartisipasi aktif secara sukarela menyampaikan permasalahaan
dan pendapatnya ketika proses pelayanan berlangsung.
3. Peserta
didik secra aktif mengembangkan potensi dirinya
Bahwa konselor harus menciptakan suasana belajar dan
proses pembelajaran dengan fokus pribadi mandiri dan kemampuan pengendalian
diri. Dalam pelayanan konseling peserta didik diharapkan aktif agar
pengembangan KES dapat optimal dan KES-T dapat teratasi dengan baik. KES-T yang
dimaksudkan yaitu terdapat sesuatu pada diri individu yang tidak disukai adanya
oleh individu atau pihak lain. Atau terdapat sesuatu yang ingin dihilangkan
dari diri individu. Mungkin juga terdapat sesuatu yang dilarang adanya pada
diri individu, terdapat sesuatu yang dapat menghambat proses atau realisasi
kondisi KES pada diri individu. Bahkan terdapat sesuatu yang dapat berdampak
negatif bagi klien.
4. Enam
fokus capaian pendidikan: memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Bantuan profesional harus
berorientasi kepada enam fokus pembinaan pendidikan yaitu kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadiaan, kecerdasan, akhlak mulia,
keterampilan. Untuk mewujudkan hal tersebut,
setidak-tidaknya tenaga profesional memiliki 4 kompetensi yaitu
kompetensi: pedagogik, kepribadiaan, sosial, dan profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar